![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHhNO-hghPbdUg4xqcDQuqMUGvKC8Q0M725mAkAr1bAg8wkTMTeSvWrBLLhmTpTwUQvIo8XSGLPxY-XW4P-JtACBmG4ixF7uaaRvc8ZQ-fekARDTvC7IY1iydvgHuZopjX_vl58hyeF-8/s320/2264-1-soapboxmama.jpg)
Tidak hanya pendidikan formal yang diperlukan oleh seorang anak. Orang tua perlu sekali memberikan suri tauladan yang baik kepada anak2 mereka agar kelak mereka pun bisa mengikuti jejak teladan orang tua mereka. Teladan merupakan cara belajar terbaik bagi anak2.
Hal ini sangat sesuai dengan salah satu teori psikologi yang berkenaan dengan social learning theory, yaitu mengenai modeling, dimana individu belajar untuk menyesuaikan tingkah laku social melalui proses pengamatan dan imitasi dari si model – yaitu dengan memperhatikan orang lain (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Orang tua merupakan sosok individu dewasa yang paling dekat dengan anak, oleh karena itu anak akan cenderung untuk mengimitasi perliaku orang tuanya sendiri.
Saya mempunyai cerita lain yang berkenaan dengan ini (dikutip dari Dhammananda, 2004)
Suatu kali ada sepasang suami istri yang hidup serumah dengan ayah sang suami. Orang tua ini sangat merepotkan karena berperangai buruk dan tak henti-hentinya mengeluh. Akhirnya pasangan tersebut memutuskan untuk mengenyahkannya. Sang suami memasukkan ayahnya ke dalam keranjang yang dipanggul di bahunya. Ketika ia sedang bersiap-siap meninggalkan rumah, anak laki-lakinya yang baru berusia delapan tahun muncul dan bertanya, "Ayah, kakek mau dibawa ke mana?" Sang ayah menjawab bahwa ia bermaksud membawa kakek ke gunung agar ia bisa belajar hidup sendiri. Anak itu terdiam menyaksikan ayahnya berlalu, tiba-tiba ia berteriak, "Ayah, jangan lupa membawa pulang keranjangnya."
Ayahnya merasa aneh, sehingga ia berhenti dan bertanya, "Mengapa?" Anak itu menjawab, "Aku memerlukannya untuk membawa ayah nanti kalau ayah sudah tua."Orang itu segera membawa kembali ayahnya dan sejak saat itu mereka merawat orang tua itu dengan penuh perhatian dan memenuhi semua kebutuhannya.
Pelajaran moral yang bisa kita petik dari kisah ini adalah bahwa sebagai orang tua, hendaknya kita berhati-hati untuk berbuat sesuatu di depan anak-anak. Jika orang tua ingin mengharapkan hal yang baik dari anak mereka, berikanlah anak contoh yang baik pula.
Jika orang tua menginginkan anaknya agar mau bangun pagi agar tidak terlambat pergi ke sekolah, hendaknya mereka juga melakukan hal yang sama. Jangan malah mereka masih tertidur nyenyak di kasur yang empuk sementara si bibi yang sibuk mengurus persiapan anaknya sekolah. Anak bisa saja berpikir "Papa dan mama ku tidak pernah bangun pagi2 agar tidak terlambat datang ke kantor. Lantas mengapa aku harus terburu2?"
Untuk memotivasi anak agar rajin bersekolah, orang tua juga bisa menceritakan kepada anak mengenai betapa rajinnya mereka dulu bersekolah, sehingga mereka bisa memiliki kehidupan yang sukses seperti yang mereka miliki saat ini. Hal ini bisa saja membuat anak menjadi berpikir bahwa mereka hendaknya melakukan hal yang sama agar bisa meraih kesuksesan seperti orang tua mereka. Jangan malah menceritakan mengenai bagaimana nakalnya mereka dulu ketika bersekolah. Anak2 malah jadi akan menilai bahwa orang tua mereka saja tidak perlu repot2 rajin ke sekolah juga sudah bisa meraih sukses.
Referensi:
Papalia, D.E., Olds, S.W., Feldman, R.D. (2007). Human development (10th ed.). New York: McGraw-Hill.
Dhammananda, S. (2004). Be happy. Jakarta: Yayasan Penerbit Karaniya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar