Suatu pendidikan akan berhasil jika ada factor-faktor penentunya. Factor-faktor inilah yang akan menentukan pada nantinya apakah suatu pendidikan tersebut bisa dikatakan berhasil atau tidak.
Kelancaran proses pendidikan dan keberhasilan pendidikan tidak dapat dibebankan secara berat sebelah pada salah satu factor pendidikan. Kelima faktor pendidikan tersebut adalah anak didik, alat pendidikan, lingkungan pendidikan, tujuan pendidikan dan pendidik. (Aryatmi, 1985).
Factor 1: Anak didik
Anak didik merupakan kunci internal dalam keberhasilan mereka terhadap pendidikan yang mereka kecap sendiri.
Aryatami (1985) juga mengatakan bahwa bakat anak, kepribadian anak, sikap anak terhadap sekolah, cara belajar maupun tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai anak dalam mengikuti pendidikan, akan mempunyai pengaruh yang sangat besar.
Menurut saya, pada awalnya setiap anak tidak akan bisa langsung mengetahui apa bakat mereka, bagaimana kepribadian mereka, ataupun apa tujuan yang hendak dicapai. Mereka memerlukan sosok individu yang lebih dewasa seperti orang tua ataupun pendidik/guru untuk membimbing mereka mengenali bakat dan tujuan pendidikan mereka.
Jika seorang anak sudah mengerahui apa kesenangan mereka, pada bidang apa bakat mereka lebih menonjol, serta apa cita-cita mereka hal ini akan membuat mereka merasa lebih senang bersekolah dan merasa termotivasi untuk lebih meningkatkan pendidikan mereka sesuai dengan bakat, hobi, ataupun cita-cita yang mereka miliki.
Santrock (2008) dalam bukunya mengatakan bahwa seberapa keras usaha siswa untuk bekerja dapat tergantung dari seberapa banyak harapan yang ingin mereka penuhi. Jika mereka berharap untuk berhasil, mereka cenderung untuk bekerja keras meraih suatu tujuan daripada ketika mereka mengharapkan suatu kegagalan. Jacquelynee Eccles mengartikan pengharapan keberhasilan siswa sebagai "keyakinan mengenai seberapa baik usaha mereka untuk mengerjakan tugas-tugas yang akan datang, baik tugas yang harus dipenuhi sekarang juga ataupun dimasa yang akan datang/jangka-panjang." Tiga aspek dari keyakinan ini, menurut Eccles, adalah keyakinan siswa mengenai seberapa baik hal yang mereka lakukan terhadap suatu aktivitas tertentu, seberapa baik usaha mereka jika dibandingkan dengan orang lain, dan seberapa baik usaha mereka jika dihubungkan dengan performansi mereka pada aktivitas yang lain.
Factor 2: Alat pendidikan
Alat pendidikan merupakan salah satu factor penentu yang dapat menarik motivasi anak agar lebih ingin untuk belajar dan bersekolah. Pada siswa, terutama siswa TK dan SD, alat psikologis yang digunakan dalam pendidikan adalah bahasa. Menurut Vygotsky, bahasa memegang peranan yang penting dalam perkembangan mental anak. Pada poin ini, Vygotsky (dalam Solso, Maclin, & Maclin, 2005) menulis bahwa "Bahasa merupakan penggabung antara ucapan luar yang didengar oleh anak dan ucapan dalam yang ia pikirkan." Melalui tulisan Vygotsky ini dapat disimpulkan bahwa bahasa dan pikiran merupakan dua kesatuan dari suatu fenomena umum.
Alat pendidikan lainnya yang juga bisa merangsang anak untuk belajar misalnya buku teks yang berwarna dan bergambar, alat2 peraga misalnya bentuk bangun ruang pada saat siswa mempelajari materi mengenai bangun ruang, lagu2 yang berhubungan dengan materi pelajaran, alat musik pada saat pelajaran mengenai seni musik, kamus dan ensiklopedi menurut saya juga dapat merangsang anak untuk membaca karena berisikan hal2 yang menarik dan juga dipenuhi dengan gambar dan keterangan yang lengkap, serta buku2 bacaan/buku cerita misal buku cerita rakyat atau novel anak karena menurut saya melalui buku2 tersebut anak akan dapat lebih diperkaya dalam tata bahasa dan kosa kata baru.
Factor 3: Lingkungan pendidikan
Lingkungan dimana anak mendapatkan pendidikan akan memainkan peranan yang cukup penting juga kalau menurut saya. Lingkungan di mana anak belajar akan mempengaruhi sikap dan tabiat anak pada nantinya. Dalam hal ini kita bisa mengambil contoh misalnya ada keluarga yang hidupnya biasa2 saja dan sedikit kekurangan, namun keluarga tersebut menyekolahkan anaknya ke sekolah tempat anak2 orang kaya dan serba berkecukupan. Si anak bisa saja akan terbawa ke pergaulan orang2 kelas tinggi tersebut dan ingin mengikuti gaya hidup mereka, sedangkan orang tuanya tidak dapat menyanggupi, hal ini akan membuat anak merasa kecewa karena tidak bisa setara dengan teman2 di sekolahnya dan mereka akan menjadi kurang termotivasi untuk bersekolah. Namun bisa saja anak merasa sebaliknya. Ia bisa saja merasa minder dan merasa tidak pantas bersekolah di sana sehingga ia terus menerus merasa malu dan tentunya hal ini juga akan menurunkan motivasi anak untuk bersekolah.
Oleh karena itu, lingkungan pendidikan juga memainkan peranan yang cukup penting dalam memotivasi anak agar lebih ingin belajar dan bersekolah.
Factor 4: Tujuan pendidikan
Mendidik seorang anak juga jelas harus memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Misalnya seorang anak yang benar2 berniat dan berbakat di bidang music dan ia sendiri pun ingin menekuni bidang tersebut namun orang tuanya tidak menyetujui dan memaksakan kehendaknya untuk menyekolahkan anak tersebut di bidang lain yang tidak disenangin oleh si anak. Hal ini pun akan membuat anak menjadi tidak termotivasi dan malas-malasan.
Oleh sebab itu, tujuan pendidikan hendaknya juga disesuaikan dengan bakat dan prestasi anak bukan atas kehendak orang tua semata-mata agar hasil yang didapatkan pun bisa menjadi maksimal dan memuaskan.
Factor 5: Pendidik
Dalam bukunya, Aryatmi (1985) juga menambahkan bahwa tidak dapat diingkari, bahwa yang paling menentukan ialah guru atau pendidik. Hal-hal yang ada pada pendidik, seperti pembinaan yang telah diperolehnya, kemampuan atau keterampilannya dalam melakukan tugas sebagai guru, kepribadiannya, falsafah hidup yang dianutnya, tujuan guru dalam melakukan tugasnya sebagai guru, teori belajar dan mengajar yang dianutnya; itu semua akan member cap pada pekerjaannya, dan menentukan hasil pendidikan yang diberikannya.
Di sekolah, atau di dunia pendidikan, guru juga memainkan peranan yang penting terhadap anak didiknya. Seperti halnya pada orang tua, apa yang dilakukan oleh guru juga akan dijadikan suri tauladan bagi murid2nya, seperti sebuah peribahasa Indonesia yang berbunyi "guru kencing berdiri, murid kencing berlari." Peribahasa ini sangat menggambarkan pentingnya sikap positif yang hendaknya dicontohkan oleh guru terhadap murid2nya. Jika gurunya saja mengajar dengan selengean ataupun ugal2an, bagaimana dengan murid2nya? Namun jika guru mengajar dengan penuh santun dan wibawa, murid2 pun akan merasa enggan dengan mereka dan kemudian mencoba untuk bersikap yang penuh dengan sopan santun pula.
Seperti yang sudah saya katakan di atas bahwa anak akan cenderung untuk mengimitasi perilaku orang yang lebih dewasa, Heyes (1992) di dalam bukunya menambahkan bahwa
Modeling dilakukan dengan cara menunjukkan berbagai perilaku di mana seseorang dituntut untuk memahami dan mempelajari. Guru memperagakan perilaku tertentu dengan cara-cara pembelajaran yang sesuai dengan cara yang akan digunakan oleh seseorang dalam mempelajarinya. Dalam hal ini, guru menunjukkan siswa bagaimana untuk bertindak secara strategis dengan subjek. Bertindak secara strategis berarti bertindak dengan penuh rencana. Dengan mengamati tingkah laku guru, siswa dapat melihat bagaimana suatu perencanaan dirumuskan dan menerapkannya dengan penuh pertimbangan agar dapat mencapai tujuan untuk memahami dan mempelajari subjek yang diberikan oleh guru.
Tindakan yang penuh rencana yang dilakukan oleh guru akan memberikan dampak yang lebih positif kepada anak. Namun jika guru bertindak dengan ceroboh, hasilnya sudah pasti negative. Misalnya guru yang seringkali menegur siswa dengan cara membentak akan membuat siswa merasa bahwa hal tersebut merupakan hal yang lumrah untuk dilakukan dan mereka pun akan mencoba untuk melakukan hal yg sama di rumah ataupun di tempat lainnya. Lagi pula karakter guru yang seperti itu akan membuat beberapa siswa lainnya merasa takut dan tidak mau bersekolah karena merasa bahwa gurunya galak dan mengerikan.
Karakter guru itu sendiri serta bagaimana guru membawakan materi ajar juga akan mempengaruhi motivasi siswa untuk belajar dan bersekolah. Guru yang cenderung keras, kaku, ataupun bertangan besi akan membuat siswa merasa takut jika harus menemui guru itu, apa lagi untuk menanyakan materi yang masih kurang dipahaminya. Namun jika guru tersebut bisa mengajar dengan cara yang lebih lunak, santai, tetapi masih menunjukkan wibawa mereka sebagai seorang pendidik akan membuat anak merasa lebih senang jika mengikuti materi pelajaran yang mereka bawakan dan meskipun mereka masih kurang memahami materi, siswa juga tidak akan merasa enggan dan takut untuk bertanya secara langsung dengan guru tersebut.
Referensi:
Hayes, D.A. (1992). A source book of interactive methods for teaching with texts. Massachusetts: Allyn & Bacon.
S, Aryatmi (1985). Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pendidikan. Dalam Kartini Kartono (Ed.) Seri psikologi terapan III: Bimbingan dan dasar-dasar pelaksanaannya. (h. 17-25). Jakarta: Rajawali
Santrock, J. W. (2008). Educational psychology. New York: McGraw-Hill.
Solso, R.L., Maclin, M.K., Maclin, O.H. (2005). Cognitive psychology (7th ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar